101 CIRI AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH

101 CIRI AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH
Berikut ini 101 ciri ahlussunnah wal jama’ah yang disarikan dari ceramah Habib Rizieq Shihab (imam FPI). 

Apabila terdapat poin yang tidak sesuai dengan ceramah asli Habib Rizieq, mohon diingatkan. Wallahu a’lam bis showab.



1.     Rukun Islam ada lima
2.     Rukun iman ada enam

Dari Ibnu Umar, ayah saya Umar bin Khattab ra berkata : Pada suatu hari ketika kami duduk di dekat Rasulullah Saw, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas dari perjalanan jauh dan tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi Saw, lalu mendempetkan kedua lututnya ke lutut Nabi, dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya, kemudian berkata : “Wahai Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang Islam”. Kemudian Rasulullah Saw menjawab: “Islam itu adalah :
1.- engkau bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah.
2.- engkau mendirikan shalat,
3.- membayar zakat,
4.- berpuasa pada bulan Ramadan, dan
5.- mengerjakan haji ke rumah Allah jika engkau mampu mengerjakannya.”
Orang itu berkata, “Engkau benar ”. Kami menjadi heran, karena dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya. Orang itu bertanya lagi, “Lalu terangkanlah kepadaku tentang iman”. Rasulullah Saw menjawab, “Hendaklah engkau beriman kepada :
1.- Allah,
2.- para malaikat-Nya,
3.- kitab-kitab-Nya,
4.- para rasul-Nya,
5.- hari akhir, dan
6.- kepada takdir yang baik dan yang buruk.”
Orang tadi berkata, “Engkau benar”. Lalu orang itu bertanya lagi, ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang ihsan”. (Beliau saw) menjawab, “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun, jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau”. Orang itu berkata lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang hari kiamat ”. Beliau menjawab, “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya”. Orang itu selanjutnya berkata, “Beritahukanlah kepadaku tanda-tandanya”. Beliau menjawab, “Apabila budak melahirkan tuannya dan engkau melihat orang-orang Badui yang bertelanjang kaki, yang miskin lagi penggembala domba berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan.”
Kemudian orang itu pergi, sedangkan aku tetap tinggal beberapa saat lamanya. Lalu Nabi Saw bersabda, “Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu ?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Lalu beliau bersabda, “Dia itu adalah malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim, Nasai, Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad).
Teks hadits nya :
  • عن ابن عمر حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ السَّاعَةِ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَتِهَا قَالَ أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ قَالَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا ثُمَّ قَالَ لِي يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنْ السَّائِلُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ   رواه مسلم والنسائى والترمذى وابن ماجه واحمد

TENTANG SUMBER HUKUM 


3.     Sumber hukum pertama adalah Al Qur’an


1. Pengertian Al-Qur’ān
Dari segi bahasa, al-Qur’ān berasal dari kata qara’a – yaqra’u – qirā’atan– qur’ānan, yang berarti sesuatu yang dibaca atau bacaan. Dari segi istilah, al-Qur’ān adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam bahasa Arab, yang sampai kepada kita secara mutawattir, ditulis dalam musḥaf, dimulai dengan surah al-Fātiḥah  dan diakhiri dengan surah an-Nās, membacanya berfungsi sebagai ibadah, sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw. Dan sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat manusia. Allah SWT. berfirman:
إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا 
Artinya: “Sungguh, al-Qur’ān ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar.” (Q.S. al-Isrā/17:9)


2. Kedudukan Al-Qur’an Sumber Hukum Islam
Sebagai sumber hukum Islam, al-Qur’ān memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Al-Qur’ān merupakan sumber utama dan pertama sehingga semua persoalan harus merujuk dan berpedoman kepadanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam al-Qur’ān:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah Swt. (al-Qur’ān) dan Rasu-Nyal (sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisā’/4:59)

3. Kandungan Hukum dalam al-Qur’ān
Para ulama mengelompokkan hukum yang terdapat dalam al-Qur’ān ke dalam tiga bagian, yaitu seperti berikut.

a. Akidah atau Keimanan, adalah keyakinan yang tertancap kuat di dalam hati. Akidah terkait dengan keimanan terhadap hal-hal yang gaib yang terangkum dalam rukun iman (arkānu mān).
b. Syari’ah atau Ibadah, hukum ini mengatur tentang tata cara ibadah baik yang berhubungan langsung dengan al-Khāliq (Pencipta), yaitu Allah SWT. yang disebut ‘ibadah maḥḍah, maupun yang berhubungan dengan sesama makhluknya yang disebut dengan ibadah gairu maḥḍah. Ilmu yang mempelajari tata cara ibadah dinamakan ilmu fikih.


1) Hukum Ibadah, hukum ini mengatur bagaimana seharusnya melaksanakan ibadah yang sesuai dengan ajaran Islam. Hukum ini mengandung perintah untuk mengerjakan śalat, haji, zakat, puasa, dan lain sebagainya.
2) Hukum Mu’amalah, hukum ini mengatur interaksi antara manusia dan sesamanya, seperti hukum tentang tata cara jual-beli, hukum pidana, hukum perdata, hukum warisan, pernikahan, politik, dan lain sebagainya.


c. Akhlak atau Budi Pekerti, Al-Qur’ān menuntun bagaimana seharusnya manusia berakhlak atau berperilaku, baik berakhlak kepada Allah Swt., kepada sesama manusia, akhlak terhadap makhluk Allah Swt. yang lain, dan hubungan manusia dengan alam semesta. Hukum ini tecermin dalam konsep perbuatan manusia yang tampak, mulai dari gerakan mulut (ucapan), tangan, dan kaki.

4.     Sumber hukum kedua adalah As Sunnah

Pengertian As-Sunnah Menurut Syari’at

PENGERTIAN AS-SUNNAH MENURUT SYARI’AT
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
B. Pengertian As-Sunnah Menurut Syari’at
As-Sunnah menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’ (pensyari’atan) bagi ummat Islam.[1]
Adapun hadits menurut bahasa ialah sesuatu yang baru.
Secara istilah sama dengan As-Sunnah menurut Jumhur Ulama.
Ada ulama yang menerangkan makna asal secara bahasa bahwa: Sunnah itu untuk perbuatan dan taqrir, adapun hadits untuk ucapan. Akan tetapi ulama sudah banyak melupakan makna asal bahasa dan memakai istilah yang sudah lazim digunakan, yaitu bahwa As-Sunnah muradif (sinonim) dengan hadits.
As-Sunnah menurut istilah ulama ushul fiqih ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi j selain dari Al-Qur-an, baik perbuatan, perkataan, taqrir (penetapan) yang baik untuk menjadi dalil bagi hukum syar’i.
Ulama ushul fiqih membahas dari segala yang disyari’atkan kepada manusia sebagai undang-undang kehidupan dan meletakkan kaidah-kaidah bagi perundang-undangan tersebut.
As-Sunnah menurut istilah ahli fiqih (fuqaha’) ialah segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak wajib, yakni hukumnya sunnah.[2]
As-Sunnah menurut ulama Salaf adalah petunjuk yang dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqaad (keyakinan), perkataan maupun perbuatannya.[3]
Contoh-contoh dari definisi Sunnah yang dibawakan oleh ahli hadits antara lain:
a. Hadits qauli (Sunnah dalam bentuk ucapan) ialah segala ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ada hubungannya dengan tasyri’, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ.
“Di antara kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya.” [4]
b. Hadits fi’li (Sunnah yang berupa perbuatan) ialah segala perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diberitakan oleh para Shahabatnya tentang wudhu’, shalat, haji, dan selainnya.
Contoh:
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ: أَنَّ النَّبِيَّصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ.
“Dari ‘Utsman bin ‘Affan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (apabila berwudhu’), beliau menyela-nyela jenggotnya.” [5]
c. Hadits taqriri ialah segala perbuatan Shahabat yang diketahui oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau membiarkannya (sebagai tanda setuju) dan tidak mengingkarinya.
Contoh:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِبِلاَلٍ عِنْدَ صَلاَةِ الصُّبْحِ: يَا بِلاَلُ! حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي اْلإِسْلاَمِ فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ، قَالَ: مَا عَمِلْتُ عَمَلاً أَرْجَى عِنْدِيْ أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طُهُوْراً فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلاَّ صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُوْرِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ.
“Nabi Shalkallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Bilal setelah selesai shalat Shubuh, ‘Wahai Bilal, kabarkanlah kepadaku sebaik-baik amalan yang telah engkau kerjakan dalam Islam, karena aku telah mendengar suara terompahmu di dekatku di Surga?’ Ia menjawab, ‘Sebaik-baik amal yang aku kerjakan ialah, bahwa setiap kali aku berwudhu’ siang atau malam mesti dengan wudhu’ itu aku shalat (sunnah) beberapa raka’at yang dapat aku laksanakan.’” [6]
Atau kisah dua Shahabat yang melakukan safar, keduanya tidak menemukan air (untuk wudhu’) sedangkan waktu shalat sudah tiba, lalu keduanya bertayammum dan mengerjakan shalat, kemudian setelah selesai shalat mereka menemukan air sedang waktu shalat masih ada, maka salah seorang dari keduanya mengulangi wudhu’ dan shalatnya, kemudian keduanya mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian itu. Lalu beliau bersabda kepada Shahabat yang tidak mengulangi shalatnya, “Engkau telah berbuat sesuai dengan Sunnah.” Dan kepada yang lain (Shahabat yang mengulangi shalatnya), beliau bersabda, “Engkau mendapatkan dua ganjaran.” [7]
Di antara makna Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagaimana yang difahami oleh para Shahabat dan Salafush Shalih Ridhwanullaah ‘alaihim ajma’iin adalah sebagai sumber kedua setelah Al-Qur-anul Karim
Sering kita menyebut Kitabullaah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maksudnya adalah Sunnah sebagai sumber nilai tasyri’. Al-Qur-an menyifatkan As-Sunnah dengan makna hikmah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Ya Rabb kami, utuslah kepada mereka seorang Rasul di antara mereka yang akan membacakan ayat-ayat-Mu kepada mereka dan mengajarkan Al-Kitab dan Al-Hikmah kepada mereka dan mensucikan mereka (dari kelakuan-kelakuan yang keji), sesungguhnya Engkau Mahamulia lagi Mahabijaksana.” [Al-Baqarah: 129]
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Sesungguhnya Allah telah memberi karunia bagi orang-orang yang beriman, ketika Dia mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan ayat-ayat-Nya dan membersihkan mereka (dari sifat-sifat jahat), dan mengajarkan Al-Kitab (Al-Qur-an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah). Sesungguhnya mereka sebelum itu dalam kesesatan yang nyata.” [Ali ‘Imran: 164]
وَأَنزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُن تَعْلَمُ ۚ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا
“… Dan Allah telah menurunkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah dan mengajarkanmu apa-apa yang tidak kamu ketahui. Dan karunia Allah kepadamu amat besar.” [An-Nisaa’: 113]
وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَىٰ فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا
“Sebutlah apa-apa yang dibacakan dalam rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah, sesungguhnya Allah Mahalembut lagi Maha Mengetahui.” [Al-Ahzaab: 34]
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Dialah yang mengutus kepada ummat yang ummi seorang Rasul dari antara mereka yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya. Yang membersihkan mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Sesungguhnya mereka sebelum itu dalam kesesatan yang nyata.” [Al-Jumu’ah: 2]
Maksud penyebutan Al-Kitab pada ayat-ayat di atas adalah Al-Qur-an. Dan yang dimaksud dengan Al-Hik-mah adalah As-Sunnah.
Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Allah menyebut al-Kitab, yang dimaksud adalah Al-Qur-an dan menyebut Al-Hikmah. Aku mendengar di negeriku dari para ahli ilmu yang mengerti Al-Qur-an berkata bahwa Al-Hikmah adalah As-Sunnah.”[8]
Qatadah rahimahullah berkata, “Yang dimaksud Al-Hikmah adalah As-Sunnah.” Begitu pula penjelasan dari al-Hasan al-Bashri.[9]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu…” [An-Nisaa’: 59]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Taat kepada Allah dengan mengikuti Kitab-Nya dan taat kepada Rasul adalah mengikuti dan As-Sunnah.” [10]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Banyak dari Salafush Shalih berkata bahwa Al-Hikmah adalah As-Sunnah.” Karena sesungguhnya yang dibaca di rumah-rumah isteri Nabi رَضِيَ اللهُ عَنْهُن selain Al-Qur-an adalah Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ.
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab dan yang sepertinya bersamanya.” [11]
Hasan bin Athiyyah rahimahullah berkata, “Jibril Alaihissallam turun kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa As-Sunnah sebagaimana Al-Qur-an. Mengajarkan As-Sunnah itu sebagaimana ia mengajarkan Al-Qur-an.” [12]
Dan lihat pula kitab-kitab tafsir yang menafsirkan ayat ini (Al-Ahzaab: 34) dalam Tafsir Ibnu Katsir dan lainnya dari tafsir Al-Qur-an bil ma’tsur.
Para Salafush Shalih memberi makna As-Sunnah dengan agama dan syari’at yang dibawa oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara mutlak dalam masalah ilmu dan amal, dan apa-apa yang diterima oleh para Shahabat, Tabi’in dan Salafush Shalih dalam bidang ‘aqidah maupun furu’.
Abu Bakar Radhiyallahu anhu berkata, “Sunnah itu adalah tali Allah yang kuat.” [13]
‘Abdullah bin ad-Dailamy rahimahullah (dari pembesar Tabi’in) berkata, “Telah sampai kepadaku bahwa awal hilangnya agama ini adalah karena manusia meninggalkan As-Sunnah.” [14]
Imam al-Lalika-i membawakan penafsiran ayat:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا
“Kemudian kami jadikan kamu di atas syari’at dari perintah, maka ikutilah…” [Al-Jaatsiyah: 18]
“Yakni engkau berada di atas Sunnah.” [15]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Sesungguhnya As-Sunnah itu adalah syari’at, yakni apa-apa yang disyari’atkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari agama (ini).” [16]
As-Sunnah adalah yang dimaksud dengan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih.
[Disalin dari buku Kedudukan As-Sunnah Dalam Syariat Islam, Penulis Yazid Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO.Box 264 Bogor 16001, Jawa Barat Indonesia, Cetakan Kedua Jumadil Akhir 1426H/Juli 2005]
_______
Footnote
[1]. Qawaa’idut Tahdits (hal. 62), Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Ushul Hadits, Dr. Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, cet. IV Darul Fikr 1401 H, Taisir Muthalahil Hadits (hal. 15), Dr. Mahmud ath-Thahhan.
[2]. Lihat kitab Irsyaadul Fuhuul asy-Syaukani (hal. 32), Fat-hul Baari (XIII/245-246), Mafhuum Ahlis Sunnah wal Jama’ah ‘inda Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 37-43).
[3]. Lihat pada buku penulis, Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah (hal. 10).
[4]. HR. At-Tirmidzi (no. 2317), Ibnu Majah (no. 3976), Ibnu Hibban (Ta’liiqatul Hisaan ‘ala Shahiih Ibni Hibban no. 229), hadits ini hasan.
[5]. HR. At-Tirmidzi (no. 31), Ibnu Majah (no. 430), Shahih Ibni Majah (no. 345), al-Hakim (I/149) dan al-Hakim berkata, “Sanadnya shahih.” At-Tirmidzi berkata: “Hasan shahih.” Lihat Shahih Ibni Majah (no. 344) dari Shahabat ‘Ammar bin Yasir.
[6]. HR. Al-Bukhari (no. 1149) dan Muslim (no. 2458), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[7]. HR. Abi Dawud (no. 338-339), an-Nasa-i (I/213) dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu. Lihat Shahih Sunan Abu Dawud (no. 366), cet. I/ Ghar-raas, th. 1423 H.
[8]. Ar-Risaalah (hal. 78 no. (252)), tahqiq Syaikh Ahmad Muhammad Syakir rahimahullah.
[9]. Lihat Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah oleh Imam al-Lalikaaiy (I/78 no. 70-71), tahqiq Dr. Ahmad Sa’ad Hamdan.
[10]. Tafsir Ibnu Katsir (I/568).
[11]. HSR. Abu Dawud (no. 4604) dan Ahmad (IV/131).
[12]. Fatawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (III/366).
[13]. Asy-Syahru wal Ibanah, Ibnu Baththah al-‘Ukbary (no. 49).
[14]. Sunan ad-Darimi (I/45).
[15]. Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah oleh Imam al-Lalika-i (I/76-77 no. 66).
[16]. Majmu’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (IV/436).

5.     Sumber hukum ketiga adalah Ijma’

Apa Itu Ijma’?

Ijma’ didefinisikan oleh para ulama dengan beragam ibarat. Namun, secara ringkasnya dapatlah dikatakan sebagai berikut: ”Kesepakatan seluruh ulama mujtahid pada satu masa setelah zaman Rasulullah atas sebuah perkara dalam agama.” Dan ijma’ yang dapat dipertanggung jawabkan adalah yang terjadi di zaman sahabat, tabiin (setelah sahabat), dan tabi’ut tabiin (setelah tabiin). Karena setelah zaman mereka para ulama telah berpencar dan jumlahnya banyak, dan perselisihan semakin banyak, sehingga tak dapat dipastikan bahwa semua ulama telah bersepakat.

Syarat Ijma’

Berdasarkan definisi di atas dapatlah disebutkan syarat-syarat sebuah ijma’ itu bisa disahkan dan berlaku:

Terjadinya kesepakatan

Kesepakatan seluruh ulama islam

Waktu kesepakatan setelah zaman Rasulullah, meskipun hanya sebentar saja kesepakatan terjadi

Yang disepakati adalah perkara agama

Bila seluruh perkara di atas terpenuhi maka ia menjadi ijma’ yang tak boleh diselisihi setelahnya, dan menjadi landasan hukum dalam Islam. Siapa yang menyelisihinya maka ia menyimpang, meskipun berasal dari mereka yang dulunya ikut bersepakat di dalamnya.

Keabsahan Ijma’

Dalil Alquran

1. Allah Ta’ala berfirman:
وكذلك جعلناكم أمة وسطا لتكونوا شهداء على الناس ويكون الرسول عليكم شهيدا
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas kalian” (QS. Al-Baqoroh: 143)
Saksi di atas bersifat umum mencakup kesaksian akan apa yang diperbuat manusia, dan kesaksian akan hukum perbuatan mereka. Di akhirat kelak umat islam bersaksi bahwa manusia telah melakukan perbuatan begini dan begitu, dan juga bersaksi bahwa perbuatan tersebut salah ataupun benar. Sedangkan saksi ucapannya mesti diterima.
2. Allah Ta’ala juga berfirman:
ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مسيرا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa pada kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa: 115)
Ayat di atas menjelaskan bahwa kesesatan ada di luar ajaran Rasul dan jalan orang-orang beriman. Maka jika ajaran Rasul (wahyu) atau kesepakatan kaum mukmin diikuti mestilah akan terhindar dari kesesatan.
3. Allah Ta’ala juga berfirman:
فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله ورسوله إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang suatu perkara, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)
Ayat di atas memerintahkan agar mengembalikan segala yang diperselisihkan kepada Alquran dan Assunnah. Jika tidak ada perselisihan maka tentu tak ada kelaziman untuk harus mencari-cari dalil teksnya.

Dalil Assunnah

1. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
لا تجتمع أمتي على ضلالة
“Umatku tidak akan bersepakat di atas kesesatan.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud, derajatnya hasan menurut Syeikh Albani)
2. Dan juga sabdanya:
فمن رأيتموه فارق الجماعة أو يريد أن يفرق بين أمة محمد صلى الله عليه وسلم، وأمرهم جميع، فاقتلوه كائنا من كان، فإن يد الله مع الجماعة
“Siapa saja yang kalian pandang meninggalkan jama’ah atau ingin memecah belah umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan dalam perkara tersebut mereka sepakat, maka bunuhlah ia siapapun gerangannya, karena sesungguhnya tangan Allah bersama jama’ah” (HR. Ibnu Hibban dan lainnya, derajatnya sahih menurut Syeikh Albani)
Dalil di atas meskipun berbicara mengenai pemberontak pemerintahan yang sah, namun ia menjadi bukti betapa kuatnya pengaruh ijma’ dalam islam.

Dalil Logika

Secara logika dapatlah dikatakan bahwa ijma’ umat islam bisa saja salah dan bisa saja benar. Jika benar maka tak pelak ia merupakan dalil. Namun jika salah, maka bagaimana mungkin mereka semua salah sedang mereka adalah sebaik-baik umat manusia? Artinya jika umat islam telah sepakat, maka kebenaran pasti terdapat padanya.

Haruskan Ijma’ Beriringan Dengan Dalil Lain?

Tidak ada perkara yang disepakati hukumnya dalam islam melainkan perkara tersebut mesti terdapat dalil wahyu yang menyebutkannya secara tersirat maupun tersurat. Ini adalah pendapat jumhur ulama dan kuat dari segi argumen. Sebab, hak menentukan hukum adalah hak prerogatif (khusus) bagi Allah dan rasul-Nya.
Hanya saja, Allah memberi sebuah jaminan bahwa apa yang disepakati oleh umat Rasulullah tidak akan melenceng dari jalur wahyu-Nya. Itulah mengapa terkadang ketika seorang ulama sedang berijtihad, ia mempertanyakan keabsahan sebuah ijma’ yang dinukilkan kepadanya dengan dalih bahwa ini berbenturan dengan Alquran ataupun Sunnah.
Oleh karena itu perlu untuk dimaklumi bahwa tidak ada ijma’ yang bertentangan dengan dalil Alquran ataupun Sunnah. Jika sekiranya didapatkan, maka kemungkinannya adalah dalil tersebut tidak sahih, atau dalil tersebut salah difahami, atau dalil tersebut telah dihapus hukumnya, atau justru ijma’ tersebut sebenarnya cacat karena ada perselisihan yang tak kita ketahui atau nukilannya tidak sahih.

Mengapa Mesti Memakai Ijma’?

Jika ijma’ mesti berbaringan dengan dalil lantas mengapa harus ada ijma’? Jawabannya adalah:

Karena terkadang ada permasalahan yang dalilnya tersembunyi atau tak dinukilkan kepada kita karena sebab tertentu, maka sebagai bentuk penjagaan Allah terhadap syariatnya Dia mencukupkan bagi hamba-Nya untuk berbuat hanya dengan berasaskan ijma’.

Terkadang dalam sebuah permasalahan yang sudah terdapat dalil padanya masih terdapat perselisihan, bisa karena perbedaan pemahaman terhadap dalil tersebut atau karena faktor lainnya, maka ijma’ berfungsi untuk menutup perselisihan tersebut dan memastikan satunya pemahaman.

Macam-Macam Ijma’

Berdasarkan kejelasan perkara yang disepakati, ijma’ terbagi dua:

Ijma’ qath’i, yaitu yang berupa perkara maklum dan jamak diketahui oleh seluruh kalangan dari umat islam, tidak ada yang tak mengetahuinya dalam kondisi wajar, dan tidak ada uzur untuk tidak mengetahuinya. Seperti ijma’ tentang wajibnya salat lima waktu dan haramnya minuman keras. 

Ijma’ dzanni, yaitu ijma’ yang tidaklah diketahui kecuali oleh para ulama. Karena diperlukan pencarian dan pembedahan terhadap teks-teks kitab klasik dan ucapan-ucapan ulama terdahulu.

Berdasarkan metode terjadinya, ijma’ terbagi dua:

Ijma’ bayani / sharih, yaitu ijma’ yang terjadi baik dengan perkataan maupun perbuatan. Semisal dengan perbuatan para salaf dalam berbisnis model mudharabah, sehingga dapatlah dikatakan bahwa mudharabah tersebut boleh menurut ijma’, begitu juga jika ada seorang ulama yang berbicara suatu hukum lalu para ulama lainnya berpendapat sama. Inilah dia asalnya ijma’, dan ketika disebut kata ijma’ secara mutlak maka yang terbetik dalam benak adalah ijma’ sharih.

Ijma’ sukuti, berlawanan dengan yang pertama, bilamana terdapat perkataan ataupun perbuatan ulama, sedang ulama lainnya diam tanpa mengomentari, maka apakah itu ijma’? Berdasarkan cara pandang bahwa ulama lainnya tidak mengingkari, maka bisa dikatakan ijma’. Namun, berdasarkan pandangan bahwa diam bukan berarti setuju, bisa jadi karena faktor-faktor tertentu seperti segan atau memaklumi ijtihad orang lain misalnya, maka tak dapat disebut ijma’.
Dalam masalah ini bisa kita golongkan sebagai ijma’, berdasarkan pendapat yang kita pilih, dengan syarat perkara tersebut masyhur dan diketahui oleh seluruh ulama mujtahid pada zaman itu. Namun, ijma’ ini lemah derajatnya, terlebih bilamana terdapat indikasi yang menunjukkan sebaliknya, maka saat itu tidak dapat dianggap. Selain itu sangatlah sulit mengklaim ijma’ macam ini karena syarat masyhur tersebut.

Berdasarkan jumlah pendapat yang ada, ijma’ terbagi dua:

Ijma’ basith, jika ijma’ tersebut merupakan kesepakatan terhadap sebuah pendapat maka inilah yang disebut dengan basith ataupun sederhana. Dan inilah yang dimaksud dengan ijma’ bila disebut secara mutlak.

Ijma’ murakkab, adapun jika ijma’ para ulama berselisih pendapat berlawanan dengan jenis yang pertama, maka di sana terdapat ijma’ yang murakkab alias tersusun dari beberapa pendapat tersebut. Sisi kesepakatannya adalah mereka telah mufakat untuk tidak berselisih kecuali menjadi dua atau tiga pendapat tersebut, maka tidak boleh untuk membuat pendapat berikutnya yang bertentangan atau menafikan pendapat yang telah ada.
Sebagai contoh, para ulama berselisih mengenai niat dalam bersuci, sebagian berpendapat harus berniat ibadah dalam setiap bersuci; wudu, tayamum, dan mandi junub, sebagian lagi berpendapat hanya dalam tayamum saja, maka jika dikatakan tidak harus maka inilah yang disebut membuat pendapat baru bertentangan yang sudah ada, yaitu yang mengharuskan niat tersebut pada ketiganya sekaligus.
Adapun yang diperbolehkan seperti misalnya membuat pendapat jalan tengah di antara pendapat-pendapat yang berselisih, atau membuat pendapat yang merinci, bila kondisi begini maka pendapat ini berlaku, bila kondisi begitu maka pendapat itu berlaku.

Berdasarkan metode untuk mengetahuinya, ijma’ terbagi dua:

Ijma’ mahshul, yaitu ijma’ yang didapat dengan usaha seorang mujtahid mengeluarkan kesimpulan ijma’ dari kitab-kitab para ulama terdahulu, dimulai dari mendata ucapan-ucapan mereka, pendapat-pendapat mazhab, dan seterusnya hingga sampai pada kesimpulan bahwa dalam masalah ini tidak terdapat perselisihan.

Ijma’ manqul, yaitu ijma’ yang diketahui dengan nukilan dari ulama terdahulu yang mengatakan bahwa dalam perkara ini terdapat ijma’. Selama nukilan itu sahih dan dapat dipertanggung jawabkan maka ijma’ dengan cara ini pun dapat dianggap, dan tak perlu untuk meneliti apakah banyak yang meriwayatkannya atau hanya satu orang.

Bagaimana Mengetahui Ijma’ Pada Suatu Permasalahan?

Ijma’ dapat diketahui dengan menyaksikan sendiri terjadinya ijma’ bilamana ijma’ tersebut terjadi pada zamannya. Adapun bila ijma’ tersebut telah berlalu masanya, maka dapat diketahui dengan dua cara:

Mencari teks nukilan dari para ulama yang menyatakan bahwa ijma’ terdapat dalam masalah ini dan ini, atau yang semacam itu. Dan itu bisa didapat dalam buku-buku berikut:

Menelaah buku-buku yang menghimpun masalah ijma’ ataupun masalah khilaf (perselisihan). Seperti Al-Ijma’ karya Imam Ibnul Mundzir, atau Marotibul Ijma’ karya Imam Ibnu Hazm,

Menelaah buku-buku fikih yang menghimpun pendapat-pendapat lintas mazhab. Biasa akan disebutkan dalam permasalahan ini para ulama bersepakat bahwa hukumnya begini, atau para ulama berselisih menjadi sekian pendapat.

Melakukan penelitian dan pencarian sendiri guna menyimpulkan bahwa suatu masalah terdapat ijma’ ataukah perselisihan. Hal ini tentunya membutuhkan keahlian, kelengkapan referensi, dan waktu yang tak sedikit. Dan tak bisa dilakukan segenap orang.

Masalah Ijma’ Parsial

Yaitu ijma’ yang terjadi dalam lingkup sempit, tidak mencakup seluruh umat. Apakah dapat disahkan dan dianggap sebagai dalil ijma’? Dalam masalah ini terdapat empat macam:

Ijma’ Khulafaurrasyidin

Ijma’ Abu Bakar dan Umar Bin Khattab

Ijma’ Penduduk Madinah

Ijma’ Ahlul Bait

Ijma’-ijma’ di atas adalah yang kerap kali dipergunakan oleh mazhab-mazhab tertentu dalam argumentasinya. Namun secara ringkas, kembali kepada apa yang telah disebutkan, selama bukan merupakan kesepakatan seluruh mujtahid maka tak dapat dianggap sebagai dalil ijma’. Kecuali Abu Bakar dan Umar, begitu juga khulafaurrasyidin. Karena terdapat dalil lainnya yang cukup kuat berupa sabda-sabda Nabi yang melegitimasi dan membenarkan berhukum dengan pendapat mereka, hanya saja ini tidak masuk dalam bab ijma’ yang tak bisa diselisihi, namun merupakan bab berargumen dengan pendapat sahabat, maka mereka dapat dijadikan dalil selama tak berbenturan dengan dalil yang lebih kuat semacam Alquran ataupun Sunnah.
Wallahu a’lam bisshawab

Referensi:

Al Ijma’ fis Syari’ah Al Islamiyyah, Rusydi ‘Ulyan, Majalah Univeritas Islam Madinah (tahun 10, edisi 1)

Al Ushul min ‘Ilmil Ushul, Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Dar Ibnul Jauzi, 1426H

Al ‘Aqidah Al Qashithiyyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimyyah, penerbit Adwaus Salaf Riyadh, cetakan kedua 1420H

Al Madzhab fi ‘Ilmi Ushulil Fiqhi Al Muqarin, ‘Abdul Karim bin Ali An Namlah, Maktabah Ar Rusyd Riyadh, cetakan pertama 1420H.

Taisir ‘Ilmi Ushulil Fiqhi, ‘Abdullah bin Yusuf Al Jadi’ Al ‘Anazi, Muassasah Ar Rayyan Beirut, cetakan pertama 1428H

Raudhatun Nazhir wa Jannatul Manazhir, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, Muassasah Ar Rayyan, cetakan kedua, 1423H


Penulis : Muhammad Izzi
Muraja’ah : Ustadz Sanusin Muhammad, MA.

6.     Sumber hukum keempat adalah Qiyas

Pengertian Qiyas

Menurut para ulama ushul fiqh, ialah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan 'illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu

Dasar Hukum Qiyas

Sebagian besar para ulama fiqh dan para pengikut madzhab yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam. Hanya mereka berbeda pendapat tentang kadar penggunaan qiyas atau macam-macam qiyas yang boleh digunakan dalam mengistinbathkan hukum, ada yang membatasinya dan ada pula yang tidak membatasinya, namun semua mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan dasar.

Rukun Qiyas

Ada empat rukun qiyas, yaitu
1.Ashal, yang berarti pokok,
2. Fara' yang berarti cabang
3. Hukum ashal,
4. 'IIIat,

'Illat

'Illat ialah suatu sifat yang ada pada ashal yang sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan hukum ashal serta untuk mengetahui hukum pada fara' yang belum ditetapkan hukumnya, seperti menghabiskan harta anak yatim merupakan suatu sifat yang terdapat pada perbuatan memakan harta anak yatim yang menjadi dasar untuk menetapkan haramnya hukum menjual harta anak yatim.

Para ulama sepakat bahwa Allah SWT membentuk hukum dengan tujuan untuk kemaslahatan hamba-hamba-Nya. Kemaslahatan itu adakalanya dalam bentuk mengambil manfaat (jalbul manâfi') dan adakalanya dalam bentuk menolak kerusakan dan bahaya (darul mafâsid). Kedua macam bentuk hukum itu merupakan tujuan terakhir dari pembentukan hukum yang disebut hikmah hukum.

1. Syarat-Syarat 'Illat

Ada empat macam syarat-syarat yang disepakati ulama, yaitu:
1. Sifat 'illat itu hendaknya nyata.
2. Sifat 'illat itu hendaklah pasti,
3. 'Illat harus berupa sifat yang sesuai dengan kemungkinan hikmah hukum,
4. 'Illat itu tidak hanya terdapat pada ashal saja,

2. Pembagian 'Illat

Ditinjau dari segi ketentuan pencipta hukum (syari') tentang sifat apakah sesuai atau tidak dengan hukum, maka ulama ushul membaginya kepada empat bagian, yaitu:
a. Munasib mu'tsir
b. Munasib mulaim
c. Munasib mursal
d. Munasib mulghaa

- kitab Mabadi Al-Awaliyah (ushul fiqh) :

﴿ المبحث الثانى عشر ﴾ فى القياس
القياس حجج. قال الله تعالى " فاعتبروا يا أولى الابصار" القياس لغة : تقدير الشيء بأخر ليعلم المساواة بينهما. تقول قست الثوب بالذراع اي قدرته به
واصطلاحا : رد الفرع الى الاصل بعلة تجمعهما فى الحكم. كقياس الارز على البر فى الربا بجامع الطعام.
واركانه اربعة : الفرع , الاصل , حكم الاصل , علة حكم الاصل. وهو ثلاثة اقسام :
١.قياس العلة وهو ما كان العلة فيه موجبة للحكم. كقياس الضرب على التأفيف للوالدين فى التحريم بعلة الاءيذاء. قال الله تعالى " ولا تقل لهما اف "
٢.قياس الدلالة وهو ما كان العلة فيه دلالة على الحكم ولا تكن موجبة للحكم.
كقياس مال الصبى على مال البالغ فى وجوب الزكاة فيه بجامع انه مال تام. وجوز ان يقال : لايجب فى مال الصبي كما قال به ابو حنيفة فيه قياسا على الحج فانه يجب على البالغ ولايجب على الصبي
٣.قياس الشبه وهو الحاق الفرع المردد بين الاصلين باكثرهما شبها. كما في العبد اذا اتلف فانه مردد فى الضمان بين الانسان الحر من انه ادمي فيجب على من اتلفه القصاص وبين البهيمة انه مال فيجب عليه قيمته وهو بالمال اكثر شبها من الحر بدليل انه يباع ويورث ويوقف ويضمن وأجزاؤه بما نقص من قيمته.

Pembahasan Ke -12 Tentang QIYAS
Qiyas adalah hujjah. Allah SWT berfirman QS. al-Hasyr (59):2.
فاعتبروا يا أولى الابصار ...الاية
Artinya: “…Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.”
Al-Qiyas (القياس) menurut bahasa adalah mengukur atau memperkirakan sesuatu atas sesuatu yang lain untuk mengetahui persamaan diantara keduanya, seperti mengukur pakaian dengan lengan. Sedangkan menurut istilah, qiyas berarti mengembalikan hukum cabang (far') kepada hukum asal karena adanya ‘illat (alasan) yang mempertemukan keduanya dalam hukum. Seperti menqiaskan beras terhadap gandum dalam harta ribawiy dengan titik temu berupa keduanya sama-sama makanan pokok.
Rukun Qiyas ada empat yaitu:
1) far',
2) asal,
3) hukum asal, dan
4) illat hukum asal.

Macam-macam qiyas, di bagi menjadi tiga:
a. Qiyas al-illat
Yaitu sesuatu yang illat didalamnya menetapkan hukum. Seperti menqiyaskan memukul dengan ucapan yang tercela kepada kedua orang tua dalam keharamannya dengan alasan menyakitkan hati orang tua. Allah berfirman QS. Al-Isra' (17):23.
ولا تقل لهما اف... الاية
Artinya: “…Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "Ah".”

b. Qiyas al-dilalah
Yaitu sesuatu yang illat didalamnya menunjukkan pada hukum akan tetapi illat tersebut tidak menetapkan pada hukum. Seperti menqiyaskan harta anak kecil dengan harta orang dewasa dalam kewajiban zakat dengan adanya titik temu bahwa harta anak kecil termasuk harta yang sempurna (al-mãl al-tãmm). Boleh juga mengatakan tidak wajib zakat -seperti yang dikatakan Abu Hanifah- dengan menqiyaskan pada haji yang mana, haji wajib bagi orang dewasa adapun anak kecil tidak wajib untuk haji.

c. Qiyas al-syibh
Yaitu mempersamakan hukum cabang (far') yang masih diragukan antara dua asal dengan mengambil keserupaan yang lebih banyak dari asal tersebut. Contohnya dalam pembahasan budak yang dibunuh, apakah sipembunuh wajib dikenai hukum qishas karena budak juga termasuk manusia, ataukah cukup hanya dengan membayar ganti rugi dengan alasan adanya keserupaan budak dengan binatang, bahwa budak adalah harta. Dalam hal ini budak lebih banyak keserupaannya dengan binatang (harta) sebab, budak bisa diperjual-belikan, diwariskan, dan di wakafkan. Wallohu a'lam. (Rz)
Tentang Al Qur’an

7.     Al Qur’an adalah Kalamullah bukan makhluk

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
8.     Redaksi dan makna Al Qur’an datang dari Allah (tidak diterjemahkan oleh Nabi)

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
9.     Al Qur’an adalah kamil dan syamil (otentik. Tidak kurang ataupun lebih)

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
10.  Al Qur’an adalah sumber hukum utama

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
11.  Dalam ayat-ayat sifat boleh tafwidh dengan tanzih

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
12.  Dalam ayat-ayat sifat boleh takwil dengan tanzih
masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
Tentang As Sunnah

13.  As Sunnah meupakan sumber hukum Islam kedua

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
14.  Hadits mutawattir bersifat qath’i (tidak boleh ditolak)

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
15.  Hadits ahad bersifat dhonni

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
16.  Hadits shohih dapat dijadikan dalil dalam bidang aqidah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
17.  Hadits dho’if dapat dijadikan dalil dalam manaqib dan fadhoilul a’mal selama kedhoifannya tidak parah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
18.  Hadits maudhu’/palsu bukan hujjah (tidak boleh dijadikan dalil)

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
19.  Semua sahabat adil dalam periwayatan (tidak ada yang berdusta atas nama Nabi)

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
20.  Tidak mentajrih/menjarh sahabat (Mentajrih : menganggap cacat atau tidak dapat dipercaya dalam periwayatan)

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
21.  Menerima semua hadits riwayat sahabat

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
22.  Kitab terbaik setelah Al Qur’an adalah Shohih Bukhori dan Shohih Muslim
masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
Tentang aqidah

23.  Cinta kepada Ahlul bait dan sahabat Nabi, termasuk keturunan Nabi

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
24.  Tidak mengkafirkan ahlul kiblat

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
25.  Mempercayai dan meyakini siksa dan nikmat kubur

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
26.  Percaya adanya shirath, mizan dan mahsyar

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
27.  Memperbolehkan ziarah, tawassul dan tabarruk

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
28.  Membagi bid’ah menjadi dua : bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
29.  Tidak mengkafirkan pelaku dosa besar

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
30.  Percaya adanya karomah wali (auliya’)

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
31.  Surga dan neraka itu kekal

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
32.  Menolak tasybih dan tajsim (tasybih : menyerupakan Allah dengan makhluk. Tajsim : menjasmanikan Allah)

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
33.  Haji dan ziarah Nabi merupakan satu paket syar’i

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
34.  Doa, membayarkan hutang, haji, sedekah dan puasa, semua itu bermanfaat bagi mayyit

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
Tentang Ahlul Bait

35.  Nabi memiliki keturunan (dzurriyyah)

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
36.  Keturunan Nabi berasal dari Fathimah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
37.  Keturunan Nabi termasuk ahlul bait

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
38.  Mengakui 2 hadits tsaqolain

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
a.      “Aku tinggalkan untukmu dua peninggalan yang berat : Kitab Allah dan Sunnahku” (HR Bukhari)

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
b.     “Aku tinggalkan untukmu dua peninggalan : Kitab Allah dan Keturunanku (ahlul baitku)” (HR Muslim)

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
39.  Mengakui keutamaan ahlul bait

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
40.  Mengakui ibu dan ayah Nabi tidak kafir

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
Tentang Sahabat

41.  Semua kaum muhajirin dan anshor merupakan sahabat Nabi

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
42.  Semua muslim yang bertemu dan melihat Nabi serta berakhlaq bagus adalah sahabat Nabi

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
43.  Mengakui keutamaan sahabat

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
44.  Sahabat tidak maksum

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
45.  Memaklumi pertikaian antar sahabat

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
46.  Tidak boleh menghina sahabat

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan

Tentang Konflik Sahabat

47.  Ali benar, lawannya (Aisyah, Thalhah, Zubair, Muawiyah) salah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
48.  Hasan benar, Muawiyah salah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
49.  Husain benar, Yazid salah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
50.  Ibnu Zubair benar, Marwan salah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
51.  Ali terlambat membaiat Abu Bakr hanyalah permasalahan ijtihad

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
52.  Konflik Abu Bakr dengan Fathimah dalam masalah tanah Fadak adalah permasalahan ikhtilaf fiqih
masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
Tentang Imam Mahdi
53.  Yakin dan percaya akan kedatangan Imam Mahdi

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
54.  Imam Mahdi merupakan keturunan Nabi

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
55.  Nama imam Mahdi sama dengan nama Nabi (Muhammad)

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
56.  Imam Mahdi pasti akan memimpin dunia

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
57.  Imam Mahdi akan memenuhi dunia dengan keadilan

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
58.  Imam Mahdi akan menegakkan khilafah dan syariat Islam

Tidak ada
masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
Tida ada keyakinan bahwa Imam Mahdi sudah dilahirkan

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
Tentang Isra’ Mi’raj

59.  Isra’ Mi’raj adalah fakta nyata (haqiqi)

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
60.  Nabi isra’ mi’raj dengan ruh dan jasad

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
61.  Isra’ mi’raj terjadi di bulan Rajab

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
62.  Nabi melihat Allah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
63.  Ada perintah Allah untuk sholat 50 waktu yang kemudian menjadi 5 waktu melalui proses permohonan Nabi

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
64.  Rasulullah dapat saran dari Nabi Musa
masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
Tentang Thaharah/Bersuci

65.  Babi dan anjing adalah haram dan najis

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
66.  Boleh istinja’ dengan batu baik untuk buang air kecil maupun besar

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
67.  Boleh memakai khuf dan mengusap khuf dalam thaharah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
68.  Membasuh kaki dalam wudhu’

69.  Wajib thaharah untuk sholat jenazah

70.  Sunnah mandi bagi orang yang memandikan mayyit

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
Tentang Sholat
71.  Umat Islam memiliki kewajiban 5 sholat dengan 5 waktu

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
72.  Boleh menjamak 2 sholat tetapi wajib ada udzur syar’i

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
73.  Sholat jum’at adalah wajib

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
74.  Membaca amin setelah bacaan Al Faihah adalah bagian dari syariat

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
75.  Sujud boleh di tanah atau selainnya

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
76.  Ada sholat tarawih di bulan Ramadhan, sunnahnya 20 rekaat

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
77.  Sunnah atau boleh sedekap dalam sholat

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
78.  Tidak boleh lewat di depan orang sholat

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
79.  Tidak boleh menjawab salam saat sedang sholat

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
80.  Boleh mengeraskan (jahr) atau memelankan (sirr) saat dzikir setelah sholat

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
81.  Tidak melarang dzikir berjamaah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
82.  Mengangkat tangan dalam berdoa adalah sunnah
masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
Tentang Usrah/Keluarga
83.  Dalam warisan ada ashobah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
84.  Talak tiga sekaligus jatuh tiga talak

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
85.  Nikah mut’ah hukumnya haram

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
86.  Memadu dua mahram hukumnya haram

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
87.  Batas maksimal poligami adalah 4

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
88.  Sah pernikahan pria muslim dengan wanita ahlul kitab, sedangkan wanita muslimah hanya boleh menikah dengan pria muslim

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
Tentang Fiqh

89.  Barang dagangan wajib dibayar zakatnya, baik yang sudah laku maupun belum

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
90.  Musafir atau orang sakit boleh puasa atau tidak puasa

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
91.  Sah puasanya orang yang masuk subuh dalam keadaan junub

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
92.  Cukur rambut dalam haji tidak bisa diganti dengan cukur bulu atau potong kuku

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
93.  Nahi munkar dilakukan terhadap kemunkaran yang telah disepakati

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
94.  Boleh melawan sultan yang dholim

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
95.  Mengakui eksistensi madzhab yang ada

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
96.  Menghormati perbedaan madzhab

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
97.  Madzhab bukan firqah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
98.  Boleh makmum sholat kepada imam yang madzhabnya lain

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
99.  Tidak boleh mencampur aduk madzhab

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
100. Bagi orang awam tidak boleh bebas/lepas dari madzhab
masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
Tentang Sufiyyah

101. Ada ilmu dhohir dan ilmu bathin
masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
Tambahan
a.      Mengakui karomah wali

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
b.     Ada wali yang diberikan ilmu mukasyafah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
c.      Mengakui eksistensi sufi

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
d.     Sufi wajib sejalan dengan syariat


masukkan Kode / Script yg ingin di masukan
e.      Menolak aliran sufi yang menyimpang dari Al Qur’an dan As Sunnah

masukkan Kode / Script yg ingin di masukan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

F A E D A H

Tugas Malakul Maut